Belakangan ini, fenomena sound horeg semakin ramai menghiasi jalanan kampung hingga jagad media sosial. Suara dentuman musik keras dari mobil pick-up yang dimodifikasi dengan speaker besar menjadi simbol hiburan jalanan yang cukup mencolok. Meski kerap menuai kritik karena dianggap mengganggu ketertiban umum, siapa sangka sound horeg juga menyimpan potensi sebagai penggerak ekonomi informal.

Di balik hingar-bingar suara yang menggelegar, sound horeg membuka peluang usaha bagi banyak orang. Ada jasa penyewaan sound system, teknisi rakitan audio, modifikasi kendaraan, hingga artis lokal yang tampil mengisi acara. Semua ini menciptakan mata rantai ekonomi kecil yang berputar di level akar rumput. Aktivitas ini juga sering kali terhubung dengan acara hajatan, konvoi, atau panggung hiburan rakyat yang menjadi sumber pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Lebih jauh lagi, konten-konten sound horeg yang viral di media sosial ikut mendorong ekonomi digital. Banyak pelaku konten mendapatkan penghasilan dari You Tube dan Tik-Tok melalui video hiburan berbasis sound horeg. Ini menunjukkan bahwa ekspresi budaya lokal bisa bertransformasi menjadi bagian dari industri kreatif, asalkan dikemas dengan acara yang positif dan produktif. Di sisi lain, hal ini menunjukkkan bahwa akses teknologi digital bisa menjadi jalan keluar dari keterbatasan ekonomi formal.
Dari sudut pandang ekonomi syari’ah, sosund horeg patut dikaji melalui prinsip maqāṣid al-syarī‘ah. Jika diposisikan sebagai hiburan yang bermanfaat, menjunjung etika sosial, tidak mengganggu ketertiban umum, serta tidak menimblkan pemborosan (isrāf), maka keberadaannya dapat dikembangkan menjadi bagian dari ekonomi kreatif berbasis nilai-nilai Islam. Bahkan, potensi ini bisa diarahkan untuk kampanye sosial, dakwah digital, hingga promosi UMKM lokal.
Peran mahasiswa dan akademisi sangat penting dalam memahami dan mengelola fenomena seperti ini. Mahasiswa bisa melakukan riset ringan untuk mengidentifikasi dampak ekonomi dari komunitas sound horeg, menggali aspirasi pelakunya, dan mengusulkan model pengembangan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga edukatif dan produktif. Akademisi dapat mendorong diskusi lintas disiplin—antara ekonomi, sosiologi, dan teknologi—untuk menyusun strategi kebijakan berbasis data dan kebutuhan masyarakat.
Dengan pendekatan yang bijak dan kolaboratif, sound horeg bukan sekadar tren jalanan yang bising, melainkan bisa menjadi cerminan ekonomi rakyat yang bersuara keras—bukan hanya di telinga, tetapi juga dalam denyut nadi pembangunan ekonomi berbasis komunitas.
Oleh: Husnama Patih, S.H., M.E.