Esensi Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW

Tepat pada Jum’at 5 September 2025 tanggal 12 Rabiul Awal 1447 H adalah hari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jangan hanya sebatas seremonial saja. Tetapi Esensinya harus jadi momentum refleksi diri untuk menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah, serta secara terus menerus meneladani Akhlaq dan terus menjalani sunnahnya dalam kehidupan Sehari-hari. Maulid Nabi Muhammad saw. menjadi momen untuk merenungkan pentingnya dakwah, kesederhanaan, maupun kepedulian sosial yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Selain itu juga untuk memperkuat iman dan cinta kepada Allah serta Rasul-Nya, keteladanan Rasulullah dipahami oleh para ulama sebagai sesuatu yang tidak selalu berada di pikiran kita, tetapi ada dalam diri kita. Sehingga, banyak orang yang menyebutnya keteladanan itu harus menyatu dengan tubuh kita atau yang dikenal dengan bahasa Arabnya adalah uswah amaliah. Artinya, keteladanan harus terimplementasi dalam kehidupan ataupun perilaku. Jadi, Rasulullah itu harus menyatu dengan kita. Jika Rasulullah sudah menyatu, maka akan muncul 2 hal penting, yaitu Rasulullah sebagai manusia dan sebagai nabi. Rasulullah sebagai manusia artinya sejak ia lahir sampai wafat. Rasulullah sebagai nabi ialah sejak umur 40 tahun sampai belau wafat.          Meneladani Rasulullah dengan ittiba’us sunnah, memiliki maksud keteladanan itu bisa terjadi sejak Rasulullah lahir sampai wafat. Sebagai umat, kita harus mengikuti apa yang sudah menjadi doktrin Rasulullah sejak menjadi nabi sampai wafat.

Selain itu, apa yang dilakukan Rasulullah oleh para ahli usul fikih dibagi menjadi 3 Pertamajibiliyah bashariyah yaitu hasrat biologis yang artinya Rasulullah itu manusia. Maka, hasrat biologisnya ini tentu berbeda dengan perbuatan Rasulullah sebagai ajaran agama. Keduatasyri yaitu Rasulullah menyampaikan sesuatu karena itu doktrin agama. Ketiga, perbuatan Rasulullah yang khusus kepada dirinya sendiri yang tidak perlu diikuti oleh umatnya. Persoalan yang sering terjadi adalah tidak bisa membedakana apakah yang dilakukan Rasulullah itu hasrat biologis atau sesuatu yang memang harus disampaikan. Hal tersebut menimbulkan berkembangnya ittiba’us sunnah di kalangan masyarakat yang berbeda. Maka kita sebagai ummat Nabi Muhammad harus bisa membedakan mana perbuatan Rasulullah yang bisa di tiru dan mana yang tidak.

Berbicara tentang uswah ini penting untuk selalu bicarakan karena mengikuti kehidupan kita dan ada di tengah-tengah kita. Uswah adalah meneladani cara makannya, bukan alat yang digunakan untuk makan. Rasulullah mengatakan, “Aku makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang” itulah yang harus diteladani, karena proses itu adalah proses jibiliyah bashariyah. Sedangkan proses tasyri seperti wahyu yang turun itu sendiri masih di dalam persoalan. Apakah wahyu itu menjadi sesuatu yang di dalamnya ada tuntutan atau ada pilihan di dalam wahyu itu. Jika di dalamnya ada tuntutan berarbisa memilih, jadi harus melakukannya atau harus meninggalkannya. Jika di dalamnya pilihan, maka harus melihat atau memilih. Memilih artinya kedudukannya sama antara melakukan atau meninggalkan, Dengan momen memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW kita sebagai ummat nabi yang cerdas harus bisa memilah dan memilih mana perbuatan Nabi yang bisa dijadikan uswah dan mana yang tidak, dan kita harus menyadari bahwa Rasulullah adalah manusia pilihan Allah yang di utus sebagai Rasul pastinya ada kelebihan khusus di bandingkan kita manusia biasa. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan kita melihat pada sifat-sifat wajib Rasulullah, yaitu shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh. Sifat shiddiq berarti benar.

Artinya, kita sebagai umat Rasulullah wajib berkata yang sebenarnya dan tidak berbohong kepada siapapun. Amanah berarti dapat dipercaya, sudah selayaknya kita mengemban tugas dan kepercayaan dengan sebaik-baiknya, jangan sampai kepercayaan itu hilang karena ulah kita sendiri. Tabligh berarti menyampaikan, sebagai sesama muslim, sudah seharusnya kita saling menasihati dalam kebajikan dan selalu ber-amar ma’ruf nahi munkar kapanpun dan dimanapun. Dan yang terakhir fathonah yang berarti cerdas, sebagai seorang pelajar dan pembelajar, diwajibkan bagi kita untuk menjadi seorang yang berilmu, yaitu dengan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, memuliakan guru, dan jangan lupa untuk mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari. Dengan merenungkan dan mengamalkan ajaran-ajaran ini, kita dapat memperkuat ikatan kita dengan agama Islam dan menjadikan peringatan Maulid Nabi sebagai momen yang lebih berarti dalam perjalanan spiritual kita. Semoga peringatan Maulid Nabi ini memberikan inspirasi dan motivasi kepada kita semua untuk menjadi lebih baik sebagai manusia dan umat Islam.

Penulis: M. Chairuddin, S.Th.I., M.Pd.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *