Integrasi Kurikulum: Menggabungkan Ilmu Keislaman dan Teknologi dalam Pendidikan Tinggi

Dalam konteks disrupsi digital yang tengah berlangsung, pendidikan tinggi menghadapi tantangan signifikan untuk beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai keislaman yang fundamental. Perguruan tinggi Islam, khususnya, memiliki tanggung jawab yang berat baik secara moral maupun intelektual untuk mencetak generasi yang tidak hanya unggul dalam bidang akademis, tetapi juga memiliki fondasi spiritual dan etika yang kuat. Oleh karena itu, pentingnya integrasi antara ilmu keislaman dan teknologi menjadi suatu keharusan dalam merancang kurikulum pendidikan saat ini.

Integrasi kurikulum dapat dipahami sebagai upaya untuk menyatukan dua ranah keilmuan yang berbeda yakni agama dan teknologi secara harmonis dalam proses pendidikan. Tujuan utama dari integrasi ini adalah untuk menciptakan keseimbangan yang baik antara aspek tafaqquh fiddin, yang berarti pendalaman agama, dan scientific literacy, yang mengacu pada kemampuan untuk memahami sains dan teknologi. Dengan cara ini, diharapkan lulusan tidak terjebak dalam dikotomi ilmu yang selama ini memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Melalui kurikulum yang terintegrasi, mahasiswa diharapkan dapat memahami teknologi sebagai alat untuk memperkuat nilai-nilai Islam dan memberikan kontribusi positif bagi kemaslahatan umat.

Dalam pelaksanaannya, integrasi ini dapat direalisasikan melalui berbagai strategi yang inovatif. Salah satunya adalah dengan menyusun Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang berbasis integratif, serta menerapkan metode pembelajaran yang berorientasi pada proyek teknologi yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, pengembangan riset interdisipliner yang menggabungkan sains dengan kajian keislaman juga menjadi langkah penting. Contohnya, mahasiswa dapat terlibat dalam pengembangan aplikasi digital yang bertujuan untuk edukasi keagamaan, melakukan penelitian Al-Qur’an yang berbasis data sains, atau menciptakan inovasi teknologi ramah lingkungan yang berlandaskan prinsip khilafah fil ardh, yang menekankan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi.

Peran dosen di sini sangat krusial dalam memastikan keberhasilan integrasi kurikulum tersebut. Dosen tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai murabbi (seorang pendidik) yang bertugas menanamkan nilai-nilai, membimbing spiritualitas mahasiswa, serta mencontohkan etika profesional dalam penggunaan teknologi. Proses pembelajaran harus diarahkan untuk menumbuhkan kesadaran kritis mahasiswa mengenai dampak sosial, moral, dan ekologis dari kemajuan teknologi yang mereka pelajari. Dari sudut pandang kelembagaan, integrasi kurikulum juga memerlukan dukungan dari visi dan kebijakan kampus yang menekankan pentingnya kesatuan ilmu pengetahuan (unity of knowledge). Perguruan tinggi Islam harus berani untuk merekonstruksi paradigma pendidikan yang lebih holistik, di mana ilmu keislaman berfungsi sebagai landasan filosofis dan moral, sementara teknologi berperan sebagai alat untuk mencapai kemaslahatan universal.

Dengan demikian, integrasi antara ilmu keislaman dan teknologi dalam pendidikan tinggi bukanlah sekadar tren akademik, melainkan merupakan kebutuhan strategis untuk membangun generasi Muslim yang berilmu, beriman, dan memiliki daya saing di tingkat global. Kurikulum yang integratif akan menghasilkan lulusan yang mampu mengombinasikan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan spiritual, serta mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam setiap inovasi teknologi yang mereka ciptakan. Ini adalah manifestasi nyata dari pendidikan Islam yang progresif yang memadukan ilmu, iman, dan amal dalam satu kesatuan yang utuh dan harmonis.

Penulis: Zeni Faridah, S.Pd.I, M.Pd.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *