Prinsip Ekonomi Syariah dalam Menjaga Lingkungan

Isu lingkungan global seperti perubahan iklim, pencemaran, banjir, kekeringan, dan hilangnya keanekaragaman hayati menuntut sistem ekonomi dunia untuk berubah menjadi berkelanjutan. Dalam Islam, konsep keberlanjutan bukanlah gagasan baru—melainkan bagian inti dari ajaran syariah sejak 1.400 tahun yang lalu. Ekonomi syariah memadukan nilai spiritual, etika sosial, dan tata kelola sumber daya yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam. Prinsip Ekonomi Syariah menjadi pedoman dalam menjaga lingkungan melalui konsep tauhid, khalifah, maslahah, keadilan, larangan israf, serta instrument keuangan syariah ramah lingkungan.

1. Tauhid: Fondasi Ekonomi dan Ekologi Syariah

    Tauhid bukan sekadar keimanan teologis, tetapi landasan moral yang menentukan cara manusia memperlakukan alam. Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya:

     “Dia-lah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 29)

    Adapun makna Lingkungan dalam Tauhid antara lain: alam adalah ciptaan Allah, bukan milik manusia. pengelolaan bumi harus selaras dengan aturan-Nya, serta perilaku merusak alam merupakan ketidaktaatan terhadap Allah. Contoh Implementasi: bisnis menerapkan environmental stewardship sebagai ibadah.dan perusahaan memandang efisiensi energi sebagai bentuk syukur.

    2. Manusia sebagai Khalifah: Etika Pengelolaan Bumi

    Tugas khalifah bermakna menjaga, melestarikan, mengelola dan tidak merusak.

     “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 30)

    Implikasi Ekonomi Pengelolaan sumber daya tidak boleh eksploitatif. Kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi harus berkelanjutan. Aktivitas ekonomi wajib memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Contoh nyata berupa kebijakan green building di lembaga Syariah. Dan ertanian berkelanjutan (sustainable Islamic farming).

    3. Maslahah dan Maqasid Syariah dalam Pelestarian Lingkungan

    Maqasid Syariah adalah tujuan-tujuan agung syariah Islam yang bermuara pada terwujudnya kemaslahatan (manfaat) dan terhindarnya kerusakan (mafsadah). Dalam konteks lingkungan, Maqasid bukan hanya tentang ibadah ritual, tetapi menyangkut kelestarian bumi sebagai satu-satunya tempat hidup manusia. Ketika kerusakan terjadi seperti penggundulan hutan, kebakaran lahan, dan produksi sawit yang tidak berkelanjutan—maka sesungguhnya berbagai maqasid sedang dilanggar. Maqasid syariah (tujuan syariah) meliputi menjaga:

    1. Hifz al-Din (Perlindungan Agama) & Kerusakan Alam
    2. Hifz al-Nafs (Perlindungan Jiwa) & Bencana Ekologis
    3. Hifz al-‘Aql (Perlindungan Akal) & Dampak Polusi
    4. Hifz al-Nasl (Perlindungan Keturunan) & Kehancuran Ekosistem
    5. Hifz al-Mal (Perlindungan Harta) & Kerugian Ekonomi Akibat Kerusakan
    6. Hifz al-Bi’ah (Perlindungan Lingkungan): Maqasid Kontemporer. Para ulama sepakat bahwa menjaga bumi adalah maqasid baru yang sangat relevan.

    4. larangan Israf dan Tabdzir: Fondasi Gaya Hidup Hijau

    Israf = pemborosan sementara Tabdzir = menggunakan sesuatu tidak pada tempatnya

     “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan…” (QS. Al-A’raf: 31)

    Aplikasi dalam Lingkungan meliputi: menghemat air dan energy, mengurangi konsumsi plastic, produksi dengan prinsip zero waste. Contoh Program yaitu: Bank syariah menerapkan paperless office dan masjid menjadi eco-mosque (solar panel, sanitasi air).

    5. Larangan Perusakan Lingkungan (Fasad fil Ardh)

    Fasad berarti kerusakan fisik, moral, sosial, dan ekologi.

     “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah diperbaiki.” (QS. Al-A’raf: 56)

    Contoh Fasad Ekologis: pencemaran pabrik., penebangan hutan., penangkapan ikan dengan bom, penambangan tanpa restorasi. Dalam hal ni, Industri wajib bertanggung jawab atas dampak lingkungan (polluter pays principle versi syariah).

    6. Keadilan (‘Adl) dalam Mengelola dan Mendistrubusikan Sumber Daya Alam

    Keadilan diterapkan dalam tiga ranah:

    a. Keadilan Antar Manusia

    Semua berhak atas udara bersih, air bersih, dan tanah yang tidak tercemar. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan oleh aktivitas ekonomi pihak lain.

    b. Keadilan dengan Lingkungan

    Mengambil secukupnya. Memberi waktu bumi untuk pulih.

    c. Keadilan Antar Generasi

    Menghindari perilaku yang membebani generasi mendatang. Contoh Kebijakan Pengaturan zonasi tambang. Pembatasan eksploitasi air tanah.

    7. Keuangan Syariah untuk Lingkungan (Green Islamic Finance)

     Instrumen Keuangan Syariah yang mendukung kelestarian

    1. Green Sukuk Syariah untuk pembiayaan energi bersih, transportasi hijau, konservasi hutan.
    2.  Wakaf  Produktif untuk Lingkungan berupa wakaf  hutan lindung dan wakaf sumur, irigasi, air bersih
    3. Zakat Lingkungan Untuk pendanaan rehabilitasi lahan kritis.
    4. Pembiayaan UMKM Hijau yang  ramah lingkungan

    Prinsip ekonomi syariah memiliki kerangka lengkap dalam menjaga lingkungan melalui konsep tauhid, khalifah, maslahah, keadilan, serta larangan perusakan alam dan pemborosan. Ajaran Islam tidak hanya berfokus pada ibadah ritual, tetapi juga etika ekologi yang memastikan bahwa aktivitas ekonomi memberikan manfaat tanpa menghancurkan bumi. Dengan penerapan yang konsisten, ekonomi syariah dapat menjadi model global untuk pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan Maqasid Syariah memberikan kerangka kokoh untuk memahami kerusakan lingkungan di Indonesia. Kerusakan hutan, kebakaran lahan, dan ekspansi sawit yang tidak berkelanjutan bukan hanya persoalan ekologis, tetapi pelanggaran terhadap tujuan syariah. Menerapkan maqasid syariah dalam tata kelola lingkungan adalah kunci untuk mencegah bencana ekologis dan membangun Indonesia yang berkeadilan, sejahtera, dan berkelanjutan.

    Penulis: Ika Nazilatur Rosida, S.Sos, M.E

    Tinggalkan Komentar

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *