REBO WEKASAN DAN BUDAYANYA DI BERBAGAI DAERAH

Oleh : Siti Maftuhah (Dosen STAI Senori Tuban)

Tradisi rebo wekasan (rebo=hari rabu; wekasan=lepas), dimana umat Islam Indonesia khususnya, melakukan ritual pada setiap hari Rabu terakhir di bulan Shafar dalam hitungan Kalender Hijriyah. Bagi sebagian umat Islam di Indonesia, ritual keagamaan “rebo wekasan” ini memiliki makna yang sakral. Paling tidak, pemaknaan dari sisi teologis dijelaskan dalam sumber otoritatif (Al-Qur’an dan Al-Hadis) tentang pentingnya ungkapan syukur dan permohonan. Dalam konteks “rebo wekasan” ini termasuk upaya permohonan selamat dari berbagai macam jenis bahaya yang diyakini akan datang.

KH Maimoen Zubair pernah menjelaskan tentang ritual rebo wekasan, bahwa dalam kitab Tarikh Muhammadur Rasulullah dijelaskan bahwa sebelum Rasulullah saw wafat, beliau mulai mengalami sakit di hari rabu terakhir di bulan Shafar, yang disebut dengan Arba Mustamir. Selama 12 hari berturut-turut Rasulullah saw sakit, kemudian beliau wafat pada tanggal 12 Rabiul awal. Pada awal sakitnya, yaitu hari Rabu terakhir bulan Shafar, beliau pernah berpesan kepada Sayyidina Abu Bakar, “Bersegeralah bersedekah, karena bala’ dan musibah tidak bisa mendahului amal sedekah.”

Selain itu, dijelaskan juga dalam kitab Kanzun Najah was-Surur fi Fadhail al-Azminah wash-Shuhur karya Abdul Hamid Quds yang menyatakan bahwa setiap tahun Allah swt menurunkan bencana yang jumlahnya 320.000 bencana, kesemuanya diturunkan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Sehingga tradisi rebo wekasan ini dilakukan sebagai wujud untuk menjauhkan diri dari segala macam bala’ dan musibah. Dalam hal ini, setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi rebo wekasan yang berbeda-beda, diantaranya:

  1. I. Yogyakarta

Rebo wekasan dikenal oleh masyarakat Yogyakarta dengan sebutan ‘Rebo Pungkasan’. Puncak acara rebo wekasan biasanya dilakukan pada malam Rabu dengan mengarak lemper raksasa yang selanjutnya dibagi-bagikan kepada para pengunjung.

  1. Aceh

Masyarakat Aceh Barat dan Aceh Selatan menyebut rebo wekasan dengan ‘Rabu Abeh’ yang gunanya untuk menolak bala’. Tradisi ini awalnya dilakukan dengan memotong kerbau dan membuang bagian kepalanya ke laut. Akan tetapi, saat ini tradisi Rabu Abeh diganti dengan pembacaan shalawat, zikir dan do’a bersama.

  1. Banten

Tradisi Dudus atau tradisi mandi kembang tujuh rupa yang sudah ada sejak masa Kesultanan Banten. Tradisi ini dilakukan dengan diikuti tradisi sedekah bumi pada malam Rabu terakhir bulan Shafar. Sebelum tradisi Dudus dilaksanakan, masyarakat terlebih dahulu melakukan shalat dan riungan. Tradisi ini dilakukan dengan tujuan antara lain agar diberi umur panjang, kesehatan, banyak rezeki, terhindar dari bahaya, dan sebagainya.

  1. Banyuwangi

Masyarakat Banyuwangi merayakan Rabu wekasan dengan tradisi Petik Laut. Petik Laut dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan do’a bersama yang diikuti dengan ritual melarung sesaji yang diletakkan dalam sebuah kapal kecil ke tengah laut. Tradisi tersebut dipercaya sebagai cara untuk menolak musibah.

  1. Kalimantan Selatan

Arba Mustamir adalah sebutan untuk hari rebo wekasan bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Arba Mustamir merupakan kalimat dari Bahasa Arab yang artinya adalah Rabu berkelanjutan. Tradisi tersebut dilaksanakan dengan melakukan shalat sunah, membaca ayat suci al Qur’an dan do’a bersama.

  1. Maluku Tengah

Mandi Shafar merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Maluku Tengah ketika memperingati rebo wekasan. Ritual tersebut diyakini oleh masyarakat karena akan mendatangkan keselamatan dan menghindarkan dari marabahaya atau musibah dan sudah ada sejak ratusan tahun silam.

Rangkaian acara pada ritual tersebut meliputi do’a bersama, membuat pangan berupa lamet dan ditutup dengan pelaksanaan mandi di pantai.

 

Referensi:

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *